Ringkasan Proposal
Konflik dan intregasi dalam masyarakat Surakarta tampak memiliki persamaan-persamaan yang khas. Pertama, adanya “power struggle” (perebutan kekuasaan). Kedua, karena adanya “value struggle” (perbenturan nilai) dalam upaya perebutan pengaruh dan hegemoni baik sosial, politik, ekonomi maupun budaya dan agama. Karenanya diperlukan perspekif paradigma baru dalam pembangunan masyarakat Surakarta, yaitu berpijak pada suatu kerangka budaya yang otentik dan positif mendukung kemajuan, kemandirian, partisipasi masyarakat dan keadilan sosial
Konflik dan intregasi dalam masyarakat Surakarta tampak memiliki persamaan-persamaan yang khas. Pertama, adanya “power struggle” (perebutan kekuasaan). Kedua, karena adanya “value struggle” (perbenturan nilai) dalam upaya perebutan pengaruh dan hegemoni baik sosial, politik, ekonomi maupun budaya dan agama. Karenanya diperlukan perspekif paradigma baru dalam pembangunan masyarakat Surakarta, yaitu berpijak pada suatu kerangka budaya yang otentik dan positif mendukung kemajuan, kemandirian, partisipasi masyarakat dan keadilan sosial
Perencanaan pembangunan yang berbasis pada komponen-komponen masyarakat seperti disebut di atas mutlak diperlukan, terlebih-lebih pada era otonomi daerah sekarang ini. Otonomi daerah mengamanatkan bahwa keterlibatan masyarakat beserta komponen didalamnya yang merupakan kunci keberhasilan pembangunan itu sendiri. Manakala pembangunan tidak dilakukan bersama-sama oleh komponen-komponen yang ada di masyarakat, maka potensi kegagalan akan semakin besar dan mungkin sekali dapat menimbulkan kerusuhan-kerusuhan sosial seperti yang sering terjadi di masa lalu. Oleh karenanya kemitraan antara institusi pemerintah, asosiasi-asosiasi lokal dan stakeholders mutlak diperlukan. Adanya pemberdayaan dalam ketiga komponen penting ini, merupakan kunci yang sangat penting dalam membentuk suatu ketahanan sosial.
Pemerintah kelurahan sebagai pemegang otonomi terkecil semestinya mampu memberikan pelayanan yang memperkuat ketahanan sosial dan menjamin kepastian hukum bagi masyarakatnya. Begitu halnya dengan asosiasi lokal diharapkan mampu memperdayakan masyarakat, sehingga masyarakat tidak hanya sebagai obyek dari pembangunan, tetapi masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan. Adapun stakeholders diharapkan mampu berpartisipasi secara aktif sehingga terwujud penciptaan norma-norma oleh masyarakat.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk membentuk sistem ketahanan sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Dalam rangka mencari sistem tersebut dilakukan identifikasi terhadap pemerintah daerah, asosiasi lokal dan stakeholders.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini action research (riset aksi) untuk menyusun sistem ketahanan sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Tetapi sebelum menemukan model yang sesuai, diperlukan sebuah studi yang mendalam lewat sebuah eksplorasi yang menyeluruh terhadap kondisi lapangan. Acuan dalam penyusunan sistem ketahanan sosial ini adalah data-data yang ditemukan di lapangan.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan untuk memetakan pemerintah daerah, asosiasi-asosiasi lokal dan stakeholders, untuk menyusun sistem ketahanan sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Tahap kedua dilakukan ujicoba model dan evaluasi.
Posting Komentar